Minggu, 17 November 2013

Aku, Jilbabku dan Duniaku







Saya adalah seorang mahasiswi sebuah universitas swasta sekarang. Saya memiliki perjalanan panjang menuju pada titik sekarang ini. Memakai jilbab yang lumayan lebar yang menyebabkan saya mendapatkan cibiran yang begitu luar biasa, di desa saya sendiri. Saya hanya mencari kenyamanan dalam diri saya sendiri, dan sekarang saya telah menemukan caranya, salah satunya  yaitu dengan memakai jilbab lebar dan besar, disitulah saya merasa nyaman, meski sekelilingku aneh melihatnya, dikira ikutbaliran sesat lah, teroris lah, biarin.. Saya hanya mencoba melaksanakan perintah dari yang  Maha Pemberi Hidup, melaksanakan kewajiban dari-Nya untuk menutup aurat.

Saya berasal dari keluarga yang sebenarnya sangat memperhatikan agama dan senantiasa melaksanakannya, namun masyarakat di desa saya tidak. Mereka terlalu awam, yang mereka tahu ya hanya rukun islam yang 5. Soal jilbab, perlu diketahui, dulu tidak ada satupun masyarakat di desa saya yang memakai jilbab, kecuali orang tua yang tujuannya hanya untuk menyembunyikan uban. Pemudinya? Sama sekali tidak ada yang mengenakan jilbab. Dan lingkunganlah yang berhasil mempengaruhi saya. Untuk bertahan tidak memakai jilbab pada saat itu.

Saya anak ke-3 dari 3 bersaudara dan semuanya perempuan. Ayah saya disiplin dalam menegakkan dan mengajarkan anak-anaknya shalat dan ibadah lainnya. Tetapi ayah memberikan kebebasan kepada anaknya untuk mengenakan jilbab atau tidak. Kakak pertama saya mulai mengenakan jilbab ketika ia memasuki dunia kerja, dan kakak kedua saya mulai memakai jilbab ketika SMP, karena kewajiban dari sekolah selepas itu ia menanggalkan jilbabnya, dan memakainya kembali ketika ia telah menikah.

Sedangkan saya,sama sekali tidak ada paksaan dari pihak manapun untuk memakai jilbab. Namun, saya merasakan keinginan yang kuat untuk memakai jilbab sejak SD dan hal itu terjadi ketika kakak kedua saya masuk SMP dan saya melihatnya berjilbab.

Ketika SMP, saya seringkali merasakan risih atau merasa malu sendiri ketika berdekatan dengan teman yang berjilbab, karena menurut saya mereka yang telah memakai jilbab itu lebih terhormat dan mulia, karena ia telah mampu menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslimah. Setiap kali berada di samping mereka yang mengenakan jilbab, saya merasa diri saya kotor, meskipun pakaian saya panjang dan tertutup, tapi tetap saja aurat masih belum tertutup sempurna, saya belum memakai jilbab dan sebagai muslimah yang telah baligh saya belum mampu menunaikan kewajiban saya, yakni mengenakan jilbab.

Tentu bukan segala-galanya ketika muslimah baligh telah mengenakan jilbab, bukan berarti mereka lah yang paling sempurna dan mulia, tetapi terdapat perasaan lega ketika kewajiban tersebut telah ternuaikan dengan baik, bukan?

Keinginan untuk memakai jilbab tersebut terus menggelayuti saya, semenjak SD, ketika lulus, sempat terfikir untuk memakai jilbab di SMP, tetapi karena terlambat mengkomunikasikan dengan orangtua sehingga niat tersebut harus diurungkan. Rasanya senang dan iri juga ketika melihat teman-teman yang memakai jilbab dan yang ingin pula berubah mengenakan jilbab. Saya senang mreka mau merubah dirinya melalui penampilannya, dan saya iri melihat mereka yang istiqomah memakai jilbabnya. Dan saya belum memulainya sama sekali.

Setelah lulus SMP, niat benar-benar saya bulatkan untuk memakai jilbab. Saya tidak ragu lagi, dan memang sejak awal sebelum kelulusan sudah mencoba mengkomunikasikan dengan orangtua perihal niat saya.  ‘saya harus pakai jilbab, saya harus pakai jilbab’. Dan orangtua sangat mendukung, begitu pula kakak-kakak saya. Maka semenjak itu saya istiqomahkan untuk mengenakan jilbab seterusnya. Dan saya adalah perempuan pertama yang memakai jilbab, diantara teman-teman pemudi di desa saya. #Bangga dong..

Awal mengenakan jilbab tentu banyak godaannya, ya panas, ya bahan omongan orang, dan lain-lain. Pernah sepupu saya bilang seperti ini, “sekarang ini cewek berjilbab sama yang nggak itu sama saja”. Saya tidak menjawab pernyataan itu, karena saya memang tidak mengerti jawabannya dan sempat masuk dalam pernyataan tersebut. Saya memang belum paham makna jilbab itu sendiri bagaimana.

Saya sering mendengarkan kajian melalui radio, dan sedikit-sedikit mulai mengikuti kajian di masjid Raya kota, dan pemahaman tentang jilbab pun saya dapat. Dan sekarang saa bisa menjawab pernyataan sepupu saya tersebut. Bahwa, tentu saja mereka berbeda –yang memakai jilbab dengan yang tidak memakai- mereka yang memakai jilbab telah menunaikan kewajibannya sebagai muslimah, sedangkan yang belum memakai jilbab, mereka belum menunaikan kewajibannya sebagai muslimah. Simple. Tapi menurut saya, makna terdalam bisa diambil di dalamnya bagi orang-orang yang mau memaknainya.

Sekarang, ketika memasuki dunia perkuliahan saya mencari tempat tinggal yang backgroundnya baik, dan bisa membantu saya mengistiqomahkan saya memakai ini. Tentu saja saya nyaman dengan keadaan ini, meskipun beberapa orang tetap dengan cibirannya... Semoga Allah Sang Maha Pembolak balik Hati, membalikkan hati mereka sehingga mereka sadar untuk segera menutup auratnya.. Amiin ya Rabb..